Literasi Bencana: Solusi Memaksimalkan Keselamatan Jiwa

Malu bertanya sesat di jalan. Malas membaca gagap informasi. Tidak paham bencana, nyawa melayang. Sesat di jalan, gagap informasi, masih bisa diperbaiki. Nyawa melayang, akhir hayat seseorang.

Sekian nyawa anak melayang ketika gempa, disebabkan tidak tahu cara melindungi diri. Gempa terjadi langsung lari. Lompat dari ketinggian. Berharap selamat justru mendapat petaka. Kepanikan berujung kecerobohan. Kecerobohan bisa berakibat fatal.

Betul bahwa kematian akibat bencana itu takdir tuhan. Hampir semua jenis bencana terjadi di Indonesia. Sementara sistem peringatan dini masih perlu diperbaiki. Sukar rasanya untuk bisa selamat.

Soal kematian tuhan sudah atur. Tugas manusia adalah ikhtiar. Berusaha meminimalisir resiko dan dampak becana. Literasi bencana jadi solusi, agar korban bencana semakin minim.

Literasi bencana dimulai dengan membaca. Menyerap informasi potensi bencana. Terutama potensi bencana di sekitar tempat tinggal. Apakah dulu pernah terjadi bencana besar, yang bisa terjadi legi. Dari potensi bencana banjir, gempa, tsunami, sampai erupsi gunung.

Setelah tahu potensi bencana. Langkah selanjutnya adalah memahami gejala atau tanda-tanda bencana. Tiap bencana punya tanda-tanda berbeda.

Ketika kita merasakan ada gempa ketika di pantai, maka itu bisa jadi pertanda akan terjadi Tsunami. Tiba-tiba air laut surut secara cepat, itu juga jadi pertanda tsunami. Sebaiknya bergegas mencari tempat paling tinggi.

Pasca mengetahui tanda-tanda bencana alam, kita perlu memahami cara-cara yang dilakukan untuk penyelamatan diri. Saat gempa, posisi di dalam gedung bertingkat, kita cari tempat aman berlindung, di bawah meja, samping lemari, yang memungkinkan ada celah segitiga selamat. Triangle of Life.

Pengetahuan bencana akan lebih dipahami jika diperkuat lewat pendidikan atau pelatihan kebencanaan secara berkala. Harapannya kita semakin paham gejala dan cara menghadapi bencana secara tepat.

Giat literasi bencana secara intensif akan mendorong kita terbiasa menghadapi peristiwa bencana. Termasuk menanggulangi bahaya kepanikan akibat info hoax bencana.

Pengulangan membaca, pelatihan berkala akan membentuk karakter tangguh kita untuk lebih siap menghadapi bencana. Literasi bencana dapat kita akses melalui buku. Buku yang dicetak lembaga sosial atau Badan Nasional Penanggulang Bencana (BNPB).

Informasi digital dari website lembaga resmi pemerintah, media mainstream, dapat menjadi rujukan kaitannya dengan literasi bencana. Termasuk facebook dari lembaga terpercaya. Bahkan jurnal-jurnal ilmiah.

Literasi becana perlu disemarakkan di keluarga, kantor, tempat ibadah, lingkungan masyarakat dengan berbagai kemasan acara kreatif. Seperti pemasangan poster dan tanda bencana. Kajian dan diskusi seputar kebencanaan di lingkungan kerja.

Literasi becana dapat dimasukkan di kurikulum pendidikan, agar anak-anak terlatih sejak dini menghadapi bencana di lingkungan sekolah. Literasi bencana jadi referensi dalam proyek pembangunan sebagai antisipasi jika sewaktu-waktu bencana terjadi. Harapan bersama, literasi bencana jadi solusi untuk memaksimalkan keselamatan jiwa. Ketika bencana tiba masyarakat sudah paham dan sigap menghadapi secara benar.

Sumber foto: voaindonesia

2 Comments

  1. Sang Direktur ini sangat berbakat berliterasi….bicara tentang kemanusiaan yang digeluti sekarang lebih aktual , tentunya pembaca akan merasakannya mai dibawa kemana…

    1. Terima kasih Bapak Agung, semoga sukses menakohdai armada baru Dompet Al-Quran, tumbuh dan manfaat, Aamiin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *