Pejuang Rupiah di Pulau Dewata

Pejuang Rupiah di Pulau Dewata

Hingar bingar itu tiba-tiba berubah menjadi sepi. Jalanan Kuta yang terkenal ramai dan macet, kini sunyi. Nyaris tidak ada wisatawan di sepanjang pedestrian. Malam terasa senyap, seolah tidak berpenghuni.

Resto hotel ditutup tirai. Kursi ditaruh di atas meja dengan posisi terbalik. Hanya tampak security berjaga. Akses masuk ke pantai kuta ditutup dengan palang kayu.

“Tamu hotel mulai turun sejak Desember lalu”, kata Gigih Ardika, kawan yang berprofesi guide. Sejak corona menyebar di Wuhan, hotel bintang lima mulai kehilangan tamu asing. Okupansi hotel perlahan mulai turun. Kondisi yang sama juga dialami hotel budget. Tamu domestik surut seiring penerapan pembatasan sosial.

Masuk bulan Mei, hotel makin sepi pengunjung. Berbagai cara dilakukan agar bisnis hotel bertahan di tengah pandemi. Paket diskon dibuat. Menginap sebulan cukup 3 juta. Bayar sekarang, dengan harga murah. Waktu menginap bisa diatur. Masa berlaku booking hotel sampai akhir Desember 2020.

Usaha sudah dijalankan oleh sejumlah hotel. Hasil belum begitu signifikan. Sebaliknya, efek domino yang terjadi. Tidak semua hotel punya cashflow melimpah. Jika ada, belum cukup menutup biaya operasional.

Dampaknya, puluhan karyawan mulai dirumahkan. Ribuan karyawan terpaksa di-PHK. Gaji pupus, pesongon belum tentu diberikan. Yang pasti, biaya hidup tetap berjalan. Beruntung jika tidak punya hutang atau cicilan.

Mitra hotel juga kena imbas. Penyedia transportasi tidak dapat pesanan. Pemasok bahan makanan dan perlengkapan hotel berkurang, bahkan berhenti. Sopir dan guide tidak dapat penumpang.

Kios-kios kecil di sekitaran tempat wisata tutup. Warung makan sebagian tutup, karena biaya sewa tak sebanding dengan pemasukan. Pedagang asongan pulang ke rumah membawa barang dagangan yang masih utuh.

Bertahan di Bali

Bertahan hidup adalah sebuah keniscayaan. Survival untuk menyambung hidup. Bali adalah harapan pejuang rupiah. Muara untuk mengais rejeki bagi insan perantau. Kondisi pahit dan berat mesti diterima. Ekonomi sedang sempit.

Sebagian perantau memilih pulang kampung untuk bercocok tanam. Berkumpul kembali bersama keluarga besar. Jika kondisi pulih, mungkin akan kembali.

Ada pula yang memilih bertahan di Bali. Memanfaatkan aset yang dimiliki. Mobil, sepeda motor, gadget, perlengkapan dapur menjadi mesin produksi.

Mencetak lembar demi lembar rupiah agar tetap bertahan hidup di Bali. Sisa gaji, tabungan, tabungan anak, terpaksa jadi modal dagang.

Di jalanan seputar Denpasar, terlihat mobil yang biasa dipakai antar tamu, digunakan untuk jual telur, manggis, dan durian. Tepi jalan yang kosong dimanfaatkan jual nasi, aneka jajanan, dan minuman.

“Kang Dadang sekarang jualan Bakso Tahu ?”

“Bukan cuma jualan, tapi saya buat dan olah sendiri….

“Efek corona ya Kang ?”

“Iya….terpaksa banting setir, lepas rem, kopling dan gas, tapi usaha ini Insya Allah akan terus saya lakukan walau corona sdh berlalu, sekarang lagi menyiapkan SDM utk jadi partner saya produksi Bakso Tahu nya, biar nge-Hit’s, biar bisa Go-Food đź’Ş”

Status facebook Kang Dadang ramai komentar. Kawan baik asal Bandung. Sejak tahun 90-an telah menginjakkan kaki di pulau dewata. Macam-macam profesi telah dilakoni.

Sebelum corona datang, Kang Dadang adalah driver plus guide. Mahir bahasa inggris dan bahasa jepang. Bahasa Bali juga fasih. Saat ini tengah beralih profesi menjadi penjual bakso tahu. Bakso tahu diproduksi di rumah. Jika ada yang pesen, Kang Dadang yang kirim.

Pejuang rupiah, tak hilang akal, mencari peluang di balik krisis. Roda kehidupan keluarga harus terus berputar. Kreatifitas dan terobosan dilakukan agar kuat bertahan hidup.

Sosok pejuang rupiah lainnya bernama Gigih Ardika. Seorang sahabat yang berkecimpung di wisata halal. Khusus menyasar wisatawan muslim. Mengalami kondisi yang sama karena imbas corona. Tidak ada satu tamu pun yang diantar.

Kondisi wisata yang sepi, tak menyurutkan Gigih untuk bertahan di pulau dewata. Asa dan daya juang tetap menyala. Sesuai namanya gigih. Hidup penuh kegigihan.

Semangat dan optimis. Berusaha melihat peluang. Jelih membaca kebutuhan sekitar. Gigih memilih berjualan kebutuhan sembako, sarden, dan aneka makanan olahan. Matanya mulai berbinar seiring ikhtiar mulai menampakkan hasil.

Petani jamur asal Madiun Candra Aris. Beberapa tahun silam mulai menanam jamur tiram. Diawali menanam di samping rumah, Denpasar. Kini telah berkembang. Di Tabanan, bekas kandang ayam disulap jadi area tanam jamur.

Di tengah krisis, jamur terus bersemi. Panen tetap berlangsung. Hasil panen jamur didistribusikan ke pasar, penjual jamur crispy, dan rumah tangga. Tidak ada kelus kesah. Candra yang puluhan tahun tinggal di Bali juga menjual olahan jamur, keripik jamur.

Fitrah manusia ketika menghadapi kesulitan, menggunakan segenap akal dan kemampuan untuk mencari solusi. Terus berjuang, agar anak dan istri bahagia. Tercukupi kebutuhannya. Begitu spirit yang tertanam di jiwa pejuang rupiah. Pantang menyerah. Terus berupaya.

Berbagi di Masa Sulit

Tercengang, ketika mendapati seorang pejuang rupiah yang dirumahkan, tapi tetap menyisihkan sisa penghasilan untuk sedekah. Pekerja departmen store memberikan sebagian gaji bulan lalu untuk membantu keluarga yang terdampak pandemi melalui Dompet Sosial Madani.

Masa sulit tak menggoyahkan spirit beramal. Sahabat saya Kang Dadang, Gigih, dan Candra juga aktif dalam misi sosial. Mereka terlibat aktif dalam penanggulangan COVID-19. Berbagi harta atau tenaga adalah kebaikan yang ternilai.

Gigih yang aktif di masjid Sadar, juga turut membagikan paket makanan berbuka. Menggalang kepedulian untuk berbagi kepada sesama. Ramadhan di tengah wabah membuat sebagian keluarga sulit mendapatkan menu buka yang layak. Bersama jamaah masjid Sadar, Gigih menginisiasi program dapur umum selama Ramadhan.

Seorang sahabat asal Baturiti, Tabanan. Sidik Prastowo, biasa dipanggil Mas Dik. Sebelum wabah corona, bisnis umrohnya sedang naik. Didukung sejumlah bank syariah. Kini beralih berjualan sayur. Sayur segar asal Baturiti. Melayani pengiriman dari rumah ke rumah.

Sambil berjuang, menjemput rizki yang halal. Mas Dik sangat aktif membantu fakir miskin dan keluarga yang terdampak wabah. Bersama sejumlah komunitas seperti TDA, mas Dik turun langsung membagikan paket sembako, masker, dan makanan siap saji.

Sampai berapa lama pejuang rupiah bertahan. Seberapa kuat mengais rizki, bertahan hidup demi keluarga di tengah pandemi.

Produktifitas kerja harus tetap dipacu. Supaya pundi-pundi rupiah terus mengalir. Demikian pula produktifitas kebaikan terus digenjot. Kebaikan meringankan derita. Kebaikan membuka pintu rizki.

“Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, ada yang tidak dapat terhapus dengan puasa dan shalat”. Maka para sahabat pun bertanya: “Apakah yang dapat menghapusnya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: ”Bersusah payah dalam mencari nafkah.” (HR. Bukhari)

Pejuang rupiah bukan semata mencari rupiah. Pejuang rupiah bernilai ibadah. Pejuang rupiah berlimpah pahala dan menghapus dosa. Pejuang rupiah untuk menghidupi keluarga dan berbagi pada sesama. Insya’ Allah berujung surga.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *