Kiprah Ayah di Era 4.0

Ayah adalah predikat mulia. Profesi seumur hidup. Pekerjaan sepanjang masa. Titel ayah diterima, ketika istri melahirkan anak pertama. Sejak itu, tanggung jawab membesarkan anak juga ada di pundak ayah.

Ayah tulang punggung keluarga. Piawai mencari nafkah. Hebat memimpin rumah tangga. Tentu saja, seorang ayah kudu ekspert mendidik anak. Tidak sekedar mencari sekolah atau guru terbaik. Tapi turut andil membentuk karakter dan kompetensi anak.

Sosok ayah sering dirindukan anak. Ketika ayah pergi jauh, mereka setia menanti. Anak-anak acap bertanya pada ibu, kapan ayah pulang. Ketika ayah pulang sehabis kerja, anak menyambut penuh riang. Anak senang ayah kembali. Bawah oleh-oleh atau tidak, anak tetap gembira. Asal ayah jadi teman bermain, anak sangat bahagia.

Tugas ayah hari ini sungguh tidak ringan. Ayah hidup di era industri 4.0. Di mana internet jadi bagian aktivitas utama manusia. Pabrik terhubung ke internet. Televisi tersambung ke internet. Informasi A sampai Z dapat diakses lewat internet. Milayaran informasi. Milyaran video tersebar di internet. Revolusi industri ke empat. “Internet of Things”, nyaris semua hal terkoneksi lewat internet.

Kesibukan ayah makin bertambah. Berjibun informasi menarik untuk dilihat. Jari jemari usap layar smartphone. Scroll atas, scroll bawah. Bunyi nada Whatsapp (WA). Dibuka muncul puluhan pesan. Ada banyak grup di setiap aplikasi chat. Itu baru WA. Belum telegram, instagram, facebook. Belum selesai penasaran buka youtube, cari-cari info viral.

Hampir setiap hari rutinitas bersama internet berlangsung. Bangun pagi sampai pagi lagi. Chat dengan relasi. Menjawab pertanyaan kawan. Merespon diskusi dengan atasan. Update status. Sosial media seolah kehidupan nyata. 24 jam internet setia menyala, menyajikan beragam data dan informasi.

Internet membantu tugas ayah bekerja. Mempercepat saluran komunikasi. Memudahkan akses informasi. Membuat usaha semakin produktif. Tidak ada yang salah dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Namun ketika tidak dikelola secara bijak, internet bisa menenggelamkan ayah di pusaran informasi kelam.

Waktu berjalan, terasa sangat singkat. Pagi, siang, malam, lalu kembali pagi. Ayah hampir sepanjang waktu menggenggam gawai. Jika tidak pandai mengelola, anak tersayang lupa untuk digenggam. Genggaman tangan ayah, meski kasar karena bekerja, sangat dinanti bagi anak. Genggaman ayah sumber rasa aman dan kasih sayang.

Kecanggihan artificial intelligence (AI) telah membantu pekerjaan para ayah di seluruh dunia. Hanya saja AI tidak akan pernah bisa menggantikan kiprah ayah mendidik anak. AI tidak akan mampu memberi kasih sayang pada anak. AI tidak dapat mencium anak dengan penuh kehangatan.

Jangan sampai ayah baru sadar, tetiba anak sudah besar. Ayah menyesal anak telah tumbuh dewasa. Anak sibuk dengan kehidupannya. Anak larut dalam pekerjaan. Anak tenggelam dalam gawai, sebagaimana ayah sibuk dengan gawainya.

Agar tidak menyesal, 6 hal ini bisa jadi modal berkiprah sebagai ayah:

Kiprah Ayah #1: Pembentuk Pondasi Spiritual

Spiritual anak bisa dikata sebagai pondasi utama kehidupan. Spiritual terdiri keyakinan, budi pekerti, dan ibadah. Anak mesti diajarkan siapa tuhannya, bagaimana mencintai tuhannya. Agar kelak punya tempat bersandar, ketika anak menghadapi kesulitan hidup. Tidak mudah putus asa.

Ayah memberi contoh budi pekerti mulia. Mengajarkan sifat dan perilaku terbaik. Kejujuran, tolong-menolong, kesabaran, dan segala tindakan yang mencerminkan laku agung.

Ayah mengajak anak beribadah. Dekat dengan tuhan. Membentuk kebiasaan beribadah sejak dini, hingga anak tidak akan alpa meninggalkan waktu ibadah, hanya karena bermain. Spiritual akan mendewasakan anak. Anak tangguh, tak mudah terbawa arus kemaksiatan atau amoral.

Kiprah Ayah #2: Pembuka Cakrawala Peradaban

Tradisi belajar, menguasai ilmu pengetahuan telah ada, sejak manusia hidup di muka bumi. Peradaban besar dibangun lewat sains dan teknologi. Kemajuan teknologi ditopang ilmu pengetahuan.

Ayah membuka pikiran anak. Membentangkan dunia ilmu. Lewat tradisi membaca. Menulis ide, merancang kreatifitas. Bergelut dengan buku-buku yang mencerdaskan. Ensiklopedi jadi bacaan sehari-hari.

Jalan-jalan ke toko buku. Kunjungi perpustakaan. Hadirkan perpustakaan pribadi di rumah kita. Googling bacaan bermanfaat. Berselancar di youtube, menghimpun ilmu dan praktek. Ilmu membuka cara pandang anak tentang suatu persoalan yang dihadapi. Memahami peristiwa alam, sosial, sejarah, sastra, data statistik, dan perubahan masa depan.

Kiprah Ayah #3: Pewaris Kepahlawanan

Anak kita, anak Indonesia. Lahir, tumbuh, dan mungkin mati, bersemayam di tanah ibu pertiwi. Takdir sebagai anak Indonesia adalah kenyataan. Maka, mencintai Indonesia adalah keniscayaan.

Sosok pahlawan semakin langkah di tengah orkestrasi korupsi. Jengah pasti ada. Tetaplah mencintai Indonesia. Negeri ini merdeka dari jutaan tetes air mata, keringat, dan darah. Pengorbanan pahlawan demi pewaris negeri.

Ajarkan anak mencintai Indonesia sejak dini. Ajari anak bagaimana sosok pahlawan. Tentang pengorbanan. Dedikasi. Berkarya untuk kejayaan ibu pertiwi. Ajak anak berkunjung ke museum. Melihat bukti-bukti sejarah. Memahami falsafah pancasila.

Tengok makam pahlawan. Mengenang pengorbanan mereka. Menghayati lirik lagu nasional. Lagu perjuangan. Ajarkan anak bahasa Indonesia yang baik dan benar. Ceritakan betapa heroik sosok pahlawan. Jadilah pendongeng untuk anak kita.

Kiprah Ayah #4: Bangun Kecerdasan Sosial

Ketika ayah tugas luar. Video call bisa jadi obat kangen. Berkomunikasi dengan anak secara live. Bisa membantu ketika jarak jadi pemisah. Namun betapapun mutakhir piranti komunikasi, tidak akan mampu menggantikan hubungan kasih sayang antara ayah dan anak secara langsung.

Kecerdasan sosial anak, terkait memahami dan mengelola hubungan dengan orang lain, hanya efektif ketika anak berjumpa secara langsung. Bertemu secara fisik. Menatap secara langsung. Menyentuh secara langsung. Pastikan ayah sering membelai rambut dan memeluk anak.

Alokasikan waktu bermain bersama anak tanpa gawai. Berlibur bersama, makan bersama, tanpa disibukkan lihat notifikasi gawai. Simpan sejenak gawai, ketika ayah tiba di rumah. Temani anak sebelum tidur, ceritakan sesuatu yang menyenangkan. Pakai gawai ketika anak-anak sudah terlelap.

Ajak berkunjung ke rumah teman, bermain bersama. Silaturahim. Berkunjung ke panti sosial. Berbagi untuk anak-anak tidak mampu. Agar tumbuh empati anak sejak dini. Luangkan waktu, berjalan kaki di sekeliling rumah, taman, dan tempat terbuka. Bersentuhan langsung dengan alam. Biarkan anak membangun memori kehidupan lewat interaksi tanpa jarak, tanpa teknologi, agar ada kepedulian terjalin.

Kiprah Ayah #5: Kreatifitas dan Kecerdasan Finansial

Menjadi baik jelas. Menjadi sukses tidak kalah pentingya. Menjadi profesional atau pengusaha, keduanya sama baiknya. Keduanya membutuhkan kreatifitas. Kreatifitas dimulai dari ide. Ide melahirkan aktifitas bernilai.

Dalam dunia pofesional dan entrepreneur, aktifitas bernilai bisa menjadi sumber finansial berkelanjutan. Produk atau jasa, kaya nilai, menjadi solusi konsumen, sehingga mereka rela membeli. Kreatifitas kecil, jika dikelola secara konsisten dengan visi yang besar, akan melahirkan produktifitas finansial. Think big starting from small.

Ajarkan anak berproses melalui kreatifitas. Menghasilkan karya. Fasilitasi kemandirian mereka. Beri kesempatan anak mengelola uang jajan. Mengatur belanja secara cermat. Menyimpan secara tepat. Kenalkan anak berwirausaha, baik offline atau online, sesuai fase usianya. Agar anak cerdas secara finansial. Kelak mampu mandiri secara finansial.

Kiprah Ayah #6: Gaya Hidup Hijau

Kesehatan anak tak lepas dari kondisi alam. Alam sekitar yang hijau. Udara bersih. Makanan sehat. Melahirkan anak-anak cerdas dan sehat.

Sejak dini ajarkan anak cinta alam. Jika anak jaga alam, alam akan jaga anak. Dari tindakan sederhana, anak turut lestarikan alam. Membuang sampah pada tempatnnya. Mengurangi jajan yang menghasilkan sampah plastik. Menimbun sampah organik ke tanah. Menanam pohon. Ajak anak belanja pakai kantong ramah lingkungan.

Mengganti mainan plastik dengan mainan ramah lingkungan. Memanfaatkan tanaman atau bahan kayu untuk membuat mainan. Bahan-bahan dapur dapat jadi sarana mainan anak. Tidak perlu membeli mainan terlampau banyak. Permainan tradisional dapat jadi alternatif.

Tidak ada kata terlambat. Jadilah ayah hebat di era 4.0. Kiprah ayah terbaik untuk masa depan anak lebih baik.

Semoga ayah hari ini lebih baik dari kemarin. Ayah esok lebih baik dari hari ini.