Hidup itu murah, yang mahal itu gaya hidup. Hidup banyak tekanan, pertanda kebanyakan gaya. Adagium ini sering kita jumpai di beranda sosial media. Mengingatkan bagi kita semua, bahwa biaya hidup itu sebetulnya murah. Lantaran pertimbangan gengsi, akhirnya memilih merek dengan harga lebih tinggi. Padahal fungsi dan kegunaan sama. Sementara uang di kantong terbatas.
Persoalan gaya hidup tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat menengah ke atas. Pada lapisan masyarakat bawah pun masih sering kita jumpai. Masyarakat kategori mustahik, individu yang berhak menerima zakat. Terutama golongan fakir dan miskin. Akibat gaya hidup, penghasilan mereka jadi minus. Hutang makin menumpuk.
Gaya hidup mendorong mustahik membeli barang tidak sesuai dengan kebutuhan dasar. Handphone sebagai alat komunikasi, untuk bekerja dan berdagang. Akibat dorongan gaya hidup, akhirnya membeli baru, dengan merek tertentu, harga melebihi kemampuan keuangan. Akhirnya memilih kredit. Tidak jarang, anak mustahik difasilitasi gawai, sekedar untuk hiburan game online.
Motor, kendaraan roda dua, kebutuhan primer bagi mustahik untuk bekerja. Armada untuk mencari nafkah lewat ojek online. Akibat godaan gaya hidup, memilih motor keluaran terbaru. Harga lebih dari 25 juta. Tidak sanggup membeli secara tunai, akhirnya memilih berhutang. Pemasukan tak tentu, cicilan ‘memanggil’ setiap bulan. Ketika anak sakit, pengeluaran banyak, hutang jadi menumpuk.
Membeli sepatu, pakaian, dan makanan. Sepintas ini bagian dari kebutuhan. Ketika membeli di luar kemampuan keuangan. Melebihi setengah dari penghasilan, maka inilah jebakan gaya hidup. Gaya hidup seringkali mendorong seseorang berbelanja secara boros. Aji mumpung. Mumpung diskon. Semua ingin dibeli, ketika sudah dibeli, tidak kunjung dipakai.
Gaya hidup menjadi momok bagi keluarga miskin. Makin tinggi gaya hidup, mustahik makin miskin. Membantu mustahik tidak cukup hanya memberi uang. Memfasilitasi kebutuhan mereka. Lebih penting mengubah gaya hidup mustahik. Pengentasan kemiskinan dimulai dengan mengubah pola pengeluaran mustahik. Mengajari mustahik mengendalikan kebocoran keuangan.
Membantu mustahik, sekaligus mengajari mereka menyederhanakan hidup. Mencegah membeli barang-barang yang tidak diperlukan. Mendorong mustahik berhenti merokok. Membiasakan mereka lebih produktif. Memanfaatkan pekarangan, untuk menanam tanaman konsumsi. Membeli aset-aset yang bisa meningkatkan pendapatan. Ketika gaya hidup bisa dikendalikan bahkan ditekan, maka kesempatan hidup sejahtera lebih terbuka lebar. Usaha semakin produktif.
sumber foto : bombastis